"Lapas Tempat Pertaubatan atau Sekadar Menghabiskan Masa Hukuman"

Lapas kelas IIB Mojokerto (Foto: Zen Arivin/Okezone)
MOJOKERTO - Fungsi Lembaga Permasyarakatan (Lapas) sebagai wadah pembinaan bagi para pelaku tindak kejahatan, sepertinya masih berupa angan-angan. Nyatanya, disana-sini kerusuhan di dalam Lapas masih kerap terjadi.
Dari catatan yang dihimpun Okezone, dalam kurun waktu setahun, terhitung sejak Maret tahun 2016 hingga Maret 2017 ini, tercatat belasan peristiwa kerusuhan baik di dalam rumah tahanan (rutan) maupun di dalam Lapas terjadi di seantero Nusantara. Diantaranya, kerusuhan yang terjadi di rutan Malabero, Kota/Provinsi Bengkulu, Jumat 25 Maret 2016 malam.
Selanjutnya, kerusuhan juga terjadi di Lapas Kelas IIA Curup, Kabupaten Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu pada Jumat 15 April 2016. Masih di Provinsi Bengkulu, peristiwa serupa juga terjadi di Lapas Kelas IIA Bentiring, pada Kamis 21 Juli 2016 lalu.
Selain itu, kerusuhan juga terjadi Lapas Narkotika Kelas IIA Banceuy, Kota Bandung, Jawa Barat, pada Sabtu 23 April 2016 silam. Dalam peristiwa itu, sebuah mobil dan gedung dibakar oleh warga binaan. Selajutnya, kerusuhan yang melibatkan warga binaan juga terjadi di Lapas Kelas IIB Kuala Simpang, Aceh Tamiang, Jumat 1 April 2016. Akibatnya, bangunan sel tahanan terbakar.
Selanjutnya, kerusuhan di Lapas IIA Kota Denpasar (Lapas Kerobokan), pada Kamis 21 April 2016 malam. Dan baru-baru ini, pada 1 Maret 2017 malam, kerusuhan di dalam penjara terjadi di Lapas Kelas IIA Kota Jambi. Akibatnya, bangunan Lapas terbakar. Selain itu, 6 orang warga binaan dan 6 petugas Lapas terluka dalam insiden ini. Sementara 4 narapidana berhasil melarikan diri.
Kericuhan yang terjadi baik di Rutan maupun Lapas ini, mayoritas dipicu aksi penolakan warga binaan atas penggeledahan yang dilakukan petugas sipir. Terkait dengan peredaran narkoba di dalam Lapas. Tentunya, itu menjadi salah satu indikator, bahwa Lapas masih menjadi tempat aman bagi bandar-bandar guna mengendalikan peredaran narkoba. Baik di dalam maupun di luar Lapas itu sendiri.
"Kita tidak memungkiri, bahwa masih ada peredaran narkoba di dalam Lapas. Buktinya, sampai saat ini di Lapas manapun saat dilakukan penggeledahan, sering kita jumpai masih adanya hanphone, bong, atau narkoba itu sendiri. Karena Lapas sebagai tempat untuk membina para pelaku kejahatan belum sepenuhnya maksimal," kata Kepala Lapas Kelas IIB Mojokerto, Muhammad Hanafi, Sabtu 04 Maret 2017.
Menurut Hanafi, ada berbagai indikator yang menyebabkan belum maksimalnya proses pembinaan di dalam Lapas maupun Rutan. Di antaranya, jumlah penghuni Lapas yang melebihi kapasitas atau overload. Minimnya fasilitas yang disediakan dan kurangnya jumlah personel sipir di Lapas. Tak heran jika peristiwa kerusuhan di dalam Lapas acap kali terjadi.
"Pengalaman selama dua kali menjadi Kepala Lapas (Kalapas), memang kita dihadapkan pada tiga persoalan itu. Seperti di Lapas Mojokerto, jumlah warga binaannya saat ini mencapai 612 orang. Padahal, seharusnya Lapas ini hanya dihuni 260 orang. Artinya ini overload hingga 300 %," imbuhnya sembari mengatakan jika 100 orang sudah dipindahkan ke Lapas lain di wilayah Jawa Timur.
Sementara untuk jumlah Sipir yang bertugas melakukan penjagaan juga sangat minim. Bangunan yang berdiri di atas lahan seluas 7.372 meter persegi hanya dijaga 5 orang Sipir untuk sekali shift jaga. Tentunya, monitoring aktivitas warga binaan tidak bisa berjalan maksimal. Tak heran, jika Lapas masih menjadi tempat yang nyaman bagi para pelaku kejahatan, terlebih pengedar atau bandar narkoba.
"Memang kondisinya sangat tidak ideal. Tidak mungkin proses pembinaan bisa membuahkan hasil maksimal jika sarana yag ada sangat tidak memadai. Jadi seakan mereka (warga binaan) hanya menjalani hukuman saja disini. Untuk perubahan pola berfikir dan bertaubat masih sangat sulit. Karena kondisi yang memang tidak layak," terangnnya.
Tak heran jika potensi konflik di Lapas begitu sangat besar. Menurutnya, hal itu harus disikapi secara bijak oleh pemeritah. Harus ada upaya untuk merubah kondisi Lapas yang semakin overload. Selain melakukan pencegahan munculnya tidak kejahatan, juga memperbaiki mental dan pola berfikir warga binaan yang ada di dalam Lapas itu sendiri.
"Warga binaan ini juga manusia yang wajib dimanusiakan. Ketika hak dasar mereka tidak terpenuhi, maka konflik, kericuhan, pemberontakan itu berpeluang besar terjadi. Kita harus berani mengatakan jujur, bahwa saat ini Lapas atau Rutan masih belum bisa menjadi tempat pembinaan bagi pelaku kejahatanan," ungkap Hanafi.
Ada sinkroninsasi yang terputus dalam persoalan ini. Belum adanya kesadaraan dari pemerintah daerah (pemda) baik kabupaten maupun kota dalam membantu upaya pembinaan di dalam Lapas. Selama ini, kebutuhan operasional hingga pembinaan, hanya dilakukan oleh pihak Lapas dan beberapa organisasi masyarakat (ormas) yang terketuk dan peduli dengan para warga binaan.
"Padahal, penghuni Lapas mayoritas juga warga di daerah itu sendiri. Sehingga wajib hukumnya bagi Pemda untuk membantu memberikan fasilitas untuk kegiatan pembinaan warga binaan. Sesuai dengan UUD 45, pasal 34 ayat 1 dimana fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara. Nah, Pemda juga merupakan bagian dari negara," paparnya.
Hanafi mengaku optimis, jika sinkronisasi itu dijalankan, konflik atau kerusuhan di dalam Lapas akan dapat diminimalisir. Sebab, fungsi Lapas sebagai tempat pembinaan para pelaku tindak kejahatan akan berjalan sesuai dengan mestinya. Sehingga Lapas benar-benar menjadi tempat bertaubat bagi warga binaan.
"Ibaratnya seperti ini, mereka itu (warga binaan) orang yang sakit secara psikologi. Jika dikurung terus di dalam kamar tembok, tanpa adanya pembinaan, kegiatan yang sifatnya produktif, bagaimana mereka bisa sembuh? Saat ini saja warga binaan disini banyak yang tidur sambil duduk, karena tempatnya terbatas," jelasnya.
Mantan Kalapas Bondowoso ini sangat berharap, tiga persoalan klasik ini bisa segera di atasi. Yakni dengan kerjasama yang baik antara pemerintah pusat serta Pemda. Pihaknya juga tengah menggenjot pemberian pelatihan kerja di Lapas Kelas IIB Mojokerto. Diharapkan, dengan pelatihan itu warga binaan bisa menghasilkan hal yang produktif meskipun berada di balik jeruji penjara.
"Itu yang menjadi cita-cita kami. Semakin sedikit warga binaan yang kembali kesini pasca keluar nanti, maka proses pembinaan di Lapas tergolong baik. Kami juga tengah membangun komunikasi dengan bank-bank di Mojokerto, agar hasil kerja mereka memproduksi kerajinan disini bisa ditabung, sehingga meskipun di dalam penjara, mereka bisa menghidupi keluarganya," tandasnya. 

Sumber: okezone.com

No comments

Powered by Blogger.