Berslogan enak dipakai, sepatu buatan napi Mojokerto berani bersaing
![]() |
napi memproduksi Sepatu di bengkel Lapas Mojokerto. ©2017 merdeka.com/budi |
Di gedung bengkel Lapas Mojokerto berukuran 4 meter kali 10 meter yang lokasinya di bagian belakang blok napi dan tahanan, tampak 10 orang napi sibuk membuat kerajinan sepatu dan tas. Mereka ada yang memotong kulit untuk bahan sepatu, ada yang menjahit dan tampak seorang lagi memasang sol sepatu. Mereka sangat cekatan layaknya perajin sepatu rumahan.
"Sebenarnya banyak pelatihan ketrampilan yang disiapkan, seperti bengkel bubut, bengkel las dan kerajinan alas kaki. Sementara yang siap pelatih dan peralatan produksi sandal, tas dan sepatu," kata Kepala Lapas kelas IIb Mojokerto Mohammad Hanafi, Jumat (3/3).
Hanafi menjelaskan, ada sedikitnya 10 warga binaan yang sudah diberi pelatihan kerajinan alas kaki dan tas. sekarang ini mereka sudah bisa memproduksi sepatu dan tas yang sudah layak jual di pasaran. Bahkan dalam waktu dekat hasil karya tangan mereka ditampilkan dalam pameran terbuka.
"Karya mereka tidak kalah dengan produk di pasaran. Bahkan kalau boleh dibilang masuk kualitas medium dan bernilai jual tinggi. Sekarang ini sedangkan mempersiapkan produk sepatu dan tas yang akan diikutkan dalam pameran di Cengkareng," terangnya.
Produk sepatu dan tas hasil karya tangan para narapidana ini, yakni sepatu pantofel dan sepatu kasual. Bahan yang dipilih kulit dan kanvas. Sedangkan untuk model, menyesuaikan dengan perkembangan di pasaran.
"Kesulitan kita pada penyesuaian model kekinian yang paling disukai konsumen di pasaran. Makanya yang punya bakat desain grafis, terus kita latih supaya bisa mengikuti dan mencari model paling tren di pasaran sekarang ini melalui internet," ungkap Hanafi.
Sepatu dan tas hasil kerajinan di Lapas Mojokerto ini, menurutnya, diberi label Pasena supaya berbeda dengan merek produk yang sama di pasaran. Sekaligus mudah dikenal masyarakat luas nantinya. Sementara penjualan secara personal dan sebagian dijual secara online.
"Pasena ini artinya pas dan enak dipakai, jadi siapapun yang nantinya memakai sepati hasil kerajinan kami merasa nyaman memakainya," kelakar Hanafi.
Dodi salah satu napi perajin sepatu pasena mengatakan, telah menekuni keterampilan ini sejak empat tahun terakhir. Mengisi waktu luang dengan membuat sandal dan sepatu, kini dia mulai mahir.
"Supaya tidak jenuh dan tidak ada kerjaan, membuat sandal seperti ini juga bagus. Siapa tahu nanti saya bisa jadi juragan sandal setelah keluar dari sini," ujar lelaki yang terjerat kasus asusila ini.
Dalam memproduksi sandal ini, rata-rata napi bisa menghasilkan 20 pasang sepatu dan sandal. Harganya cukup relatif murah. Setiap satu pasang sepatu kulit dihargai Rp 150.000 hingga Rp 300.000. Sedangkan sandal kulit dibandrol Rp 100.000 hingga Rp 200.000.
"Memang hasil yang saya terima tidak banyak. Setiap satu kodi Rp 45 ribu sampai Rp 50 ribu. Tapi penghasilan ini hampir sama dengan upah yang di luar," katanya.
Sementara Whisnu, napi yang lain mengaku, kelak ketika keluar dari Laspas ini, bisa membuka usaha sendiri. Dia berharap bisa menjadi orang yang lebih dihargai dan tidak kembali ke jalan yang salah.
"Mudah mudahan saya bisa membuka usaha sendiri, kalau seperti ini setidaknya saya sudah punya bekal dan bisa mengembangkan lebih besar," harapnya.
Sumber : Merdeka.com
Leave a Comment