Industri Potong Batu di Lapas Kelas I Surabaya Kembali Bergeliat
AKTIF LAGI: Dua napi memotong batu yang akan digunakan sebagai mozaik di din ding dan lantai. Kegiatan itu sempat vakum dua tahun. |
Lapas Kelas I Surabaya terkenal
sebagai lapas industri. Beberapa produknya bahkan sudah gointernational.
Salah satunya industri pemecah batu.
Dua orang narapidana tampak sibuk di depan alat
pemecah batu. Seorang lagi sibuk mengalirkan air. Memang, untuk memotong
batu berwarna putih itu, perlu ada ”pelumas”. Tujuannya, batu lebih
mudah dipotong-potong.
Tiga napi tersebut tidak bekerja sendirian. Ada tiga sipir yang
membimbing. Salah satunya Sumardi. Pria yang menjabat kepala bimbingan
kerja di lapas itu memang punya tugas membimbing para napi.
Pemotongan batu itu bukan aktivitas baru. ”Karena memang sebenarnya sudah lama, tapi sempat berhenti dua tahun,” ujar Sumardi.
Kegiatan tersebut dimulai pada 2012. Saat itu, ada pihak ketiga yang
menawarkan kerja sama. Alat-alat pemotong dan bahan baku disediakan
investor. Pekerjanya menggunakan tenaga para warga binaan. ”Hasilnya
nanti disetorkan lagi ke investor untuk diproses lebih lanjut,”
terangnya.
Sebelumnya, warga binaan hanya memotong batu. Mulai batu yang
berukuran kecil sampai besar. Mulai yang tipis hingga tebal. Semua
bergantung pada permintaan. Penataan batu dilakukan di pabrik. Namun,
kegiatan tersebut sempat terhenti pada awal 2015.
Saat itu, kondisi pasar sedang lesu. Bahan baku juga sering telat.
Ditambah lagi, tidak ada pemeliharaan terhadap mesin pemotong yang mulai
rusak. ”Mata pisau yang jadi ujung tombak malah telat,” ungkap Sumardi.
Akhirnya, kegiatan produksi batu tersebut dihentikan. Mesin-mesin
mangkrak selama dua tahun. Kondisinya memprihatinkan. Namun, awal tahun
ini, pemotongan batu mulai bergeliat lagi. Mesin-mesin diperbaiki.
”Sampai saat ini, baru empat mesin yang sudah berfungsi,” terang
Sumardi.
Rencananya, sebelas mesin lainnya akan kembali diaktifkan. Saat ini,
produksi masih minim. Maksimal hanya 500 kilogram per hari. Padahal,
pada dua tahun pertama, produksinya bisa mencapai 2 ton per hari.
Warga binaan yang dipekerjakan juga masih sedikit. Baru lima orang.
Kalau sudah normal, kegiatan tersebut diperkirakan bisa menyedot tenaga
kerja hingga 50 warga binaan. ”Semuanya hanya untuk kegiatan memotong
dan membersihkan batu,” tutur Sumardi.
Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan bakal semakin banyak. Sebab,
penataan batu rencananya dilaksanakan di dalam lapas. Saat ini, pihak
lapas sedang menyiapkan sarananya. Selain tenaga kerja yang terserap
banyak, keuntungannya lebih besar. ”Upah mereka akan naik tentunya,”
ujar Kepala Lapas Kelas I Surabaya Riyanto.
Pemotongan dan penataan batu itu bukan main-main. Biasanya, hasilnya
digunakan untuk membuat mozaik di lantai dan dinding. Kualitasnya pun
sudah diakui di luar negeri. Pemesannya berasal dari Thailand, Tiongkok,
hingga Jepang. ”Kesempatan kali ini harus dimanfaatkan betul. Jangan
sampai berhenti lagi,” harapnya.
Salah seorang warga binaan, Wahyudi, menyatakan senang dengan
kegiatan tersebut. Saat ini, dia punya kesibukan di lapas. Sebelumnya,
selama setahun mendekam di balik jeruji besi, dia lebih banyak tidur.
”Ini masih belajar. Maklum, baru dua minggu,” ungkapnya.
Dia berharap kegiatan tersebut bisa membawa dampak positif. Terutama
selepas menyelesaikan masa hukuman kelak. Sebab, dia mengaku selama ini
tidak punya keahlian. Hingga narkoba datang dan membuatnya harus
meringkuk di bui. ”Nanti kalau sudah keluar, semoga saya bisa
mengaplikasikan keahlian ini,” ucap pria asli Surabaya itu.
Sumber:Jawapos.com
Leave a Comment