Merdunya Paduan Suara Blok Wanita Lapas Delta
PERCAYA DIRI: Anggota kelompok paduan suara blok wanita bersama Kasubsi Bimkemas Lapas Kelas II-A Sidoarjo Rudi Kristiawan setelah tampil dalam upacara Hari Kesadaran Nasional pada Selasa (17/1). |
Lapas Delta memiliki kelompok
paduan suara ’’istimewa’’. Anggotanya adalah para tahanan dan narapidana
(napi) perempuan. Meski baru enam bulan terbentuk, mereka cukup
diandalkan.
Upacara di dalam Lapas Kelas II-A Sidoarjo (Lapas
Delta) tak lagi ’’garing’’. Nyanyian lagu Indonesia Raya yang biasanya
hanya unduhan atau rekaman yang diputar melalui komputer tak lagi ada.
Nyanyian lagu kebangsaan itu berasal dari suara asli penghuni bui. Para
tahanan dan napi perempuan menjadi penyanyi.
Para penghuni blok Wanita (W) tersebut membentuk kelompok paduan
suara. Mereka tampil khusus pada acara-acara tertentu. Ucapara,
misalnya. Termasuk acara pisah sambut para pejabat di lingkungan
penjara. Kelompok paduan suara blok W-1 itu tampil terakhir pada upacara
Hari Kesadaran Nasional pada Selasa pagi (17/1).
Sebanyak 25 penghuni ikut dalam tim untuk bernyanyi. Mereka
mengenakan seragam warga binaan. Kaus biru tua tersebut dipadukan dengan
kerudung biru cerah atau hitam. Dirigennya secara khusus memakai kemeja
lengan putih dan celana kain hitam.
Mereka berdiri rapi di samping kanan masjid lapas. Selama upacara,
ada tiga lagu yang mereka persembahkan. Mulai lagu Indonesia Raya saat
bendera dikibarkan, lagu Mengheningkan Cipta, dan terakhir lagu Bagimu
Negeri karya R. Kusbini.
Semua lagu dinyanyikan dengan lancar dan kompak. Semua tahanan dan
napi tampak percaya diri. Tak ada yang grogi. Tak terkecuali Marsieni
yang bertugas sebagai dirigen. Dia begitu menikmati tugasnya. Bukan
hanya tangannya yang bergerak-gerak. Kaki dan badannya pun bergoyang
seirama dengan gerak tangan.
’’Dulu, kali pertama jadi dirigen, yo keter kabeh tangane (gemetar
semua tangannya, Red),’’ jelas napi yang akrab disapa Eni itu sambil
memeragakan gerakan dirigen dengan tangan gemetar.
Perempuan 40 tahun tersebut menuturkan, tak mudah menjadi pemimpin
paduan suara. Dia sangat lama tak mengikuti upacara. Apalagi paduan
suara, lebih dari dua dekade. Dia terakhir mengikuti upacara saat masih
duduk di bangku SMA. Setelah itu, tak ada lagi cerita Eni berdiri di
lapangan untuk urusan baris-berbaris, mengibarkan bendera, dan bernyanyi
di paduan suara.
’’Ikut upacara lagi waktu di sini (lapas, Red),’’ katanya
bersemangat. Ibu tiga anak tersebut tak hanya merasa grogi luar biasa
saat kali pertama mengikuti kelompok paduan suara. Dia juga mengakui,
belajar menyanyi sangat sulit dilakoni. Terutama soal menghafalkan lirik
lagu. Sebagian besar tahanan dan napi di bui sudah tidak hafal
lagu-lagu wajib nasional.
Mereka harus belajar dari awal. Untuk menghafal, mereka sering
memanfaatkan media televisi. Saat siaran pada dini hari, televisi
nasional sering menayangkan pembukaan dengan menggunakan lagu Indonesia
Raya. Para penghuni yang terjaga pun tak segan ikut bernyanyi sambil
berdiri atau duduk lesehan di depan televisi.
Ada juga sebagian yang sudah hafal yang sengaja menulis lirik lagu di
kertas, lalu membagi-bagikannya agar dapat dihafalkan penghuni lain.
’’Pokoknya, kami semua belajar mulai awal lagi,’’ ungkap napi kasus
penggelapan itu.
Ellyana Ardiana, rekan Eni, pun manggut-manggut mendengar pernyataan
tersebut. Perempuan 43 tahun itu mengaku baru terlibat dalam kelompok
paduan suara. Sebelumnya, dia jarang sekali mengikuti kegiatan yang
berhubungan dengan tarik suara. Upacara saja sudah lama dia lupakan.
Namun, sekarang tiap bulan dia harus mengikuti pembinaan tersebut.
Tapi, tak lama lagi, Elly hengkang dari kelompok paduan suara yang
mulai dicintainya itu. Sepekan lagi, napi kasus narkoba yang divonis
pidana empat tahun sebulan penjara tersebut bebas dari bui. Dia mengaku
bakal kehilangan kegiatan yang menyenangkan itu. Termasuk aktivitas
dalam blok dengan tahanan dan napi lain. ’’Kami di sini sudah seperti
keluarga sendiri,’’ ucap ibu dua anak tersebut.
Latihan menyanyi bersama pun sering mereka lakukan. Ketika ada
tahanan atau napi yang sulit menghafalkan lirik, mereka tidak
menertawakannya. Sebaliknya, mereka saling membantu agar semua anggota
tim bisa bernyanyi dengan baik.
Elly yang dulu malu mengeluarkan suara, misalnya, sekarang sudah
terbiasa. Saat diminta menyanyi lagi, tanpa sungkan dia memamerkan
kemampuannya. Dia sadar saat pergi ke luar lapas nanti sulit mendapatkan
kesempatan bernyanyi kembali dalam kelompok paduan suara itu.
’’Mboten (nyanyi), bade sadean sinom (tidak menyanyi lagi, mau jualan sinom, Red),’’ ujarnya, lalu disambut tawa penghuni lain.
Setiap kali tampil dalam upacara di lapas, kelompok paduan suara
tersebut tidak membutuhkan waktu lama untuk berlatih. Mereka hanya perlu
mencocokkan nada sekitar sejam sebelum tampil. Latihan rutin
dilaksanakan sehari-hari di dalam blok, kadang sendiri, bisa juga
bersama-sama.
Jadwal latihan yang longgar itu membuat tahanan dan napi tidak
tertekan.Mereka juga tetap bisa menerima besukan keluarga. Termasuk
mengikuti pembinaan lain. ’’Jika ada yang menganggur, latihan
nyanyilagi,’’ tutur Eli Kiki Amalia, napi kasus narkoba yang dihukum
empat tahun penjara.
Kasubsi Bimbingan Kemasyarakatan (Bimkemas) Rudi Kristiawan
menyatakan, kelompok paduan suara blok W tersebut berlatih sejak Juni.
’’Sebelum ada paduan suara, kami memutar lagu dari komputer saat
pengibaran bendera,’’ jelasnya. Sejak paduan suara itu berdiri, lagu
dari komputer tidak dimainkan, tapi diganti suara asli para penghuni.
Meski tidak diiringi musik, suara para penghuni cukup merdu. Mereka juga
kompak saat bernyanyi. ’’Waktu kali pertama berlatih, suara semuanya
fals. Sekarang enak didengar,’’ kata Rudi.
Kepala Lapas Kelas II-A Sidoarjo Bambang Irawan menambahkan, semua
penghuni mendapat giliran menjadi petugas upacara. Sebelumnya, penghuni
perempuan juga mendapat tugas sebagai pengibar bendera. ’’Jadi, yang
perempuan tidak hanya menyanyi,’’ ungkapnya.
Sumber:Jawapos.com
Leave a Comment