"Kalau Terjadi Keributan di Lapas, Petugas Bisa Jadi Tape"
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1/2017). |
Salah satunya berkaitan dengan kondisi lembaga pemasyarakatan yang melampaui kapasitas.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly
menyebutkan, jumlah narapidana se-Indonesia mencapai 202.406 orang.
Padahal, rata-rata kapasitas lapas secara nasional hanya 118.000 orang.
"Kalau dibuat kota-kota lebih parah lagi. Karena seperti Medan, Surabaya, Salemba, Cipinang, Banjarmasih, Siak-Riau ada yang sampai 700 persen over capacity.
Ini yang jadi fokus kami," ucap Yasonna dalam rapat kerja bersama
Komisi III di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (19/1/2017).
Tingginya jumlah narapidana tak dibarengi penambahan jumlah petugas
lapas. Perbandingan rata-rata nasional antara petugas dan warga binaan
adalah 1:56.
Padahal, kapasitas yang ideal adalah 1:20. Namun, di beberapa daerah,
ketimpangan antara hal jumlah napi dan kapasitas lapas sangat tinggi.
Di Lapas Cipinang, misalnya, rasio perbandingan mencapai 1:121,
sementara di Rumah Tahanan Cipinang 1:167, Lapas Medan 1:169, dan Rutan
Medan 1:233.
Dengan angka itu, kata Yasonna, penambahan petugas lapas sangat
dibutuhkan. Hal ini mengingat jumlah narapidana semakin bertambah,
sementara jumlah petugas semakin berkurang karena banyak sipir yang
memasuki masa pensiun.
"Saya katakan, kalau terjadi keributan dan kerusuhan, petugas-petugas
itu jadi tape betulan. Makanya kadang kita kasihan juga," tutur
Yasonna.
Yasonna memaparkan, sejak dirinya menjabat sebagai Menkumham pada 2014 lalu, penambahan narapidana mencapai 40.000 orang.
Beberapa upaya dilakukan untuk mengatasi permasalahan kapasitas lapas yang terus berulang setiap tahun.
Dengan adanya penambahan anggaran pada 2016, Kemenkumham tengah
membangun 15.000 tambahan kapasitas lapas yang tersebar di beberapa
tempat. Sebab, masih banyak wilayah yang belum memiliki lapas atau
rutan.
"Ada yang mengantarkan tahanan dari satu tempat ke tempat lain itu
jauh sekali. Kami belum punya kemampuan untuk membangun rutan di
beberapa tempat itu," tuturnya.
Redistribusi narapidana pun akan terus dilakukan dengan memindahkan
sejumlah narapidana dari lapas-lapas yang terlampau penuh ke lapas-lapas
berpenghuni lebih sedikit.
"Dari Cipinang kami geser ke Karawang, kami geser ke Sindur, kami
geser ke Depok. Namun, percepatan dengan yang dikirim polisi dengan yang
kami geser agak berat. Baru digeser, dikirim lagi oleh polisi banyak,"
kata Yasonna.
Ia juga berharap definisi "penghukuman" dalam rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) dapat lebih disesuaikan.
"Paradigma kita tentang penghukuman harus betul-betul dengan konsep restorative justice. Yang kecil-kecil janganlah. Tipiring sudahlah kerja sosial saja," kata pria kelahiran Sorkam, Tapanuli Tengah, itu.
Sumber: Kompas.com
Leave a Comment